TF ITB di Lomba Cipta Elektroteknik Nasional 2015

19 Mei, 2015

Tim TF ITB di LCEN 2015

Tim TF ITB di LCEN 2015


Tim TF ITB kembali ikut lomba LCEN di ITS tahun 2015. Hasilnya ? Jeffry Omega Prima (13311084), Bayu Pamungkas (13311077) dan Rivon Tridesman (13311030) pulang membawa oleh-oleh piala juara I kategori medikal.

Prestasi ini mengulang dan meningkatkan yang terdahulu, saat tim TF dengan anggota Ahmad Mujahid (13305007), Fajar Kharisma (13305079) dan Ikhtiar (13305092) mengikuti LCEN tahun 2009 dan meraih juara 2 bidang Elektronika Industri.
Untuk tahun 2015 ini, LCEN mulai dilaksanakan pada hari Sabtu, tanggal 9 Mei 2015, di gedung robotika ITS Surabaya. Tim TF hadir sebagai salah satu dari tujuh finalis di kategori medical. Karya yang dibawa enam finalis lainnya sangat menarik seperti:

  1. Kendali kursi roda dengan gerakan mata
  2. Lemari otomatis untuk apoteker
  3. Spyrometer portable untuk paru-paru
  4. Alat terapi mastitis untuk sapi perah
  5. Pendeteksi di jantung koroner akut
  6. Portable lung & heart’s health assistant

Sementara itu, tim TF mengusung judul “DRYEL (Dry Electrode) – Biosensor Praktis Pengganti Elektroda Gel untuk Pengukuran Aktivitas Biopotensial Jantung”. Yang membedakan karya ini dengan karya yang lain adalah, karya TF lebih menekankan pada penggunaan sensor Electrocardiograph yang mendeteksi sinyal listrik dari jantung. Kebanyakan alat deteksi jantung, seperti halnya dua finalis lain, menggunakan detektor denyut nadi jantung, sehingga informasi yang bisa diperoleh hanya jumlah detak jantung permenit pada seseorang.
Hari pertama LCEN dimulai dengan pameran pada stand karya. Ada 5 kategori dengan masing-masing 7 finalis sehingga total ada 35 stand. Sayang ada 3 regu yang mengundurkan diri, sehingga hanya 32 stand yeng terisi. Tim DRYEL sempat mengalami kendala dikarenakan hardware ECG tidak bisa terhubung ke laptop ketika acara akan dibuka, sehingga seluruh anggota berjuang dulu membetulkannya dan tidak ikut upacara pembukaan. Syukurlah masalah teratasi pada waktunya, sehingga ketika pengunjung memasuki area stand, sistem sudah bekerja dengan baik dan lancar.

DRYEL (Dry Electrode) - Sebagai Biosensor Praktis Pengganti Elektroda Gel untuk Pengukuran Aktivitas Biopotensial Jantung

DRYEL (Dry Electrode) –
Biosensor Praktis Pengganti Elektroda Gel untuk Pengukuran
Aktivitas Biopotensial Jantung


Stand DRYEL ternyata sangat diminati pengunjung. Sistem ECG mampu manampilkan sinyal jantung secara realtime dengan hasil yang jelas dan mudah digunakan sehingga banyak pengunjung yang ingin mencoba melihat sinyal jantung diri mereka. Mulai dari bapak-bapak, ibu-ibu, sampai anak-anak pun ikut mencobanya. Tidak jarang pula peserta dari kelompok/kategori lain berkunjung ke stand karena ingin tahu lebih banyak tentang karya TF ITB ini. Diam-diam, ini merupakan berkah uji coba gratis, yang sekaligus membuktikan bahwa tujuan penelitian sudah tercapai, yaitu membuat biosensor yang praktis namun tetap memiliki keandalan dalam menangkap sinyal ECG.
Tim DRYEL mengaku kaget atas antusiasme yang tinggi dari pengunjung. Mereka baru sadar mengapa begitu setelah tim lain berkunjung dan banyak bertanya. Ternyata kebanyakan peserta lomba memiliki latar belakang keilmuan elektro atau informatika yang memang unggul dalam masalah elektronika dan komputer, namun kadang salah dalam mengintegrasikan suatu karya. Alat seperti ECG ini umumnya terdiri atas sensor, pengolah sinyal, penginterpretasi sinyal, dan kemudian penampil data. Tim TF ITB mengembangkan sensornya, kemudian dengan pengetahuan yang luas, mengintegrasikan elektronik untuk pengolah sinyal dan akuisisi data, serta perangkat lunak interpretasi data dan penampil sinyal. Teknologi elektronik dan perangkat lunak yang digunakan sudah umum, bahkan open source. Jadi kuncinya adalah di sensor dan interpretasi sinyal. Kelompok lain mengaku bahwa sebenarnya alat yang ingin mereka buat adalah ECG, namun tidak punya sensornya. Karenanya selama keberlangsungan pameran, tim DRYEL sadar bahwa keilmuan Teknik Fisika sangat membantu dalam menjelaskan cara kerja sistem yang melibatkan dasar kelistrikan, metode pengukuran, fenomena gelombang, fisika medik, bahkan proses material. Integrasi multi-disiplin inilah yang membuat DRYEL unik bila dibandingkan dengan yang lainnya.
Hari kedua LCEN merupakan penentuan karena setiap tim kini harus presentasi di depan para juri. Tim DRYEL bersiap dengan percaya diri atas keberhasilan pameran kemarin. Namun lagi-lagi masalah muncul, karena modul ECG menghilang ! Setelah dicari-cari, ternyata modul ini ketinggalan di stand. Ini harus jadi catatan buat tim yang ikut lomba. Salah seorang anggota harus mau jadi manajer yang mengurus hal-hal non teknis, dan itu jangan dibebankan pada anggota yang paling andal di teknis.
Setelah hilang paniknya, tim akhirnya masuk ke ruang presentasi pada jam 11.00.  Ada tiga orang juri. Tak disangka, juri yang kelihatannya paling senior adalah Pak Rahmad, seorang alumni S2 Instrumentasi & Kontrol ITB dengan topik thesis tentang ECG di bawah bimbingan ibu Farida. Ini bisa menguntungkan, tapi bisa juga bencana. Beliau tahu betul luar dalam ECG. Hampir semua pertanyaan pada sesi tanya jawab mengalir dari Pak Rahmad. Pada akhirnya, beliau menyimpulkan bahwa Teknik Fisika ITB suka mengembangkan pada bagian sensor sedangkan Elektro ITS lebih suka membuat perangkat-perangkat elektroniknya.
Seusai presentasi, tim kembali ke stand. Pengunjung masih saja berdatangan, namun karena dibawa ke sana kemari, kabel modul ECG bermasalah sehingga susah untuk mendemokan alat ini sebaik kemarin. Satu lagi pelajaran, kalau membawa prototype rapuh seperti ini, harus siap cadangan untuk antisipasi jika ada yang rusak.
Yang menggembirakan adalah, mahasiswa Teknik Fisika ITS ternyata datang berkunjung. Meskipun tidak mengikuti kompetisi ini namun mereka menyempatkan datang untuk menemui sohib Teknik Fisika ITB. Kegembiraan lengkap karena kemudian ada Teknik Fisika dari Universitas Telkom juga ikut bergabung. Ya, sejauh ini hanya ada 5 program studi TF di Indonesia (2 lagi di UGM dan UNAS). Karena sedikit namum unik, kekeluargaan antar Teknik Fisika di Indonesia cukup erat.
Pada penutupan, karya DRYEL diumumkan sebagai juara 1 kategori medikal. Sekali lagi, mahasiswa TF berjaya di lomba perancangan elektronika. Orang pun bertanya-tanya, mengapa anak TF bisa ikut lomba dimana-mana mulai dari elektronika, robot, perangkat lunak, energi, bahkan kedirgantaraan ? Kemampuan ini tumbuh karena inti keilmuan TF sesungguhnya adalah sains tentang fenomena fisika di alam, cara mengukur besaran fisis sehingga fenomena tersebut dapat dimodelkan dan dipahami, untuk kemudian mengontrol sistem fisis tersebut. Teknologi seperti mesin mekanik, listrik, elektronika hingga perangkat lunak dipandang sebagai enabler untuk melakukan pengukuran maupun pengontrolan. Dengan demikian, ketika dihadapkan dengan domain sistem apapun, mahasiswa TF dengan cepat memahami cara kerjanya, kemudian dengan kreatif akan mengintegrasikan berbagai teknologi untuk mewujudkan solusi yang lebih baik. Dalam konteks lomba ini, Teknik Fisika tidak ‘merancang’ rangkaian elektronika baru, namun telah ‘memanfaatkan’ elektronika yang telah ada dengan kreatif untuk membuat sistem ECG yang baru.