Turut Berdukacita atas Kepergian Prof. Dr. Ir. Amoranto Trisnobudi, DEA

15 Februari, 2021

Bandung, tf.itb.ac.id – Pada hari Senin, 15 Februari 2021 pukul 08.25 WIB, Keluarga Besar Komunitas Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (TF ITB) telah kehilangan salah satu Guru Besar terbaiknya, Prof. Dr. Ir. Amoranto Trisnobudi, DEA, dalam usianya yang ke-72 Tahun. Usai menyelesaikan studi sarjana di ITB dan master serta doktoral di Universite d’Aix- Marseille II, Perancis, Prof. Amoranto mengabdi bersama dengan TF ITB sebagai staf pengajar di Kelompok Keahlian Instrumentasi dan Kontrol. Beliau telah berkontribusi dalam berbagai penelitian, mencetak puluhan publikasi, dan juga senantiasa membimbing serta meluluskan ratusan mahasiswa selama masa bakti beliau di komunitas TF ITB. Selain itu, beliau juga menjadi pionir dan pendiri dari Laboratorium Ultrasonik di TF ITB.


Selama menjalankan pengabdiannya sebagai pengajar di kelas, beliau merupakan pribadi yang terkenal sederhana dan cukup serius. “Selama saya menjadi mahasiswanya, saya tidak pernah melihat pribadi Prof. Amo yang iseng atau senang bercanda, namun beliau selalu bersikap apa adanya dan tidak pula terlampau galak,” cerita Prof. Deddy Kurniadi salah satu mantan mahasiswa dan kolega yang cukup dekat dengan Prof. Amoranto.  Namun, Prof. Deddy bersama dengan teman kelasnya pada saat itu punya pengalaman menarik dengan Prof. Amoranto. “Saya ingat sekali dulu saya dan teman sekelas harus menjalani ujian selama lebih dari 3-4 jam karena soal Prof. Amo yang sangat memakan waktu, “ ujar Prof. Deddy sambil mengenang masa-masa itu. Selain menjadi mahasiswa di dalam kelas, Prof. Deddy cukup rutin pula melakukan perbincangan dengan Prof. Amo sebab beliau merupakan dosen walinya.

 

Selain pengalaman menjadi mahasiswa, kedekatan Prof. Deddy dan Prof. Amoranto menjadi semakin erat karena beliau sering melakukan riset bersama terutama setelah Prof. Deddy menjadi salah satu dosen di TF ITB. “Walau saya tidak melakukan tugas akhir di kepakaran beliau pada saat itu (ultrasonik), saya cukup mengenal keilmuan ultrasonik pada saat saya menjalani pendidikan doktoral. Jadi, sehabis saya pulang, kami jadi punya topik perbincangan yang nyambung, “ jelas Prof. Deddy. Selama menjalani riset bersama, tentunya ada suka duka yang dilewati bersama, namun salah satu riset bersama yang cukup berkesan bagi Prof. Deddy ialah riset durian. “Saat itu, kami sedang berusaha meneliti terkait pengukuran tingkat kematangan durian secara akurat dan masif. Jadi, hari-hari saat menjalankan riset tersebut, laboratorium berisi banyak sekali durian yang bisa dinikmati, “ ucap Prof. Deddy sembari tertawa.

 

Masih soal riset, Prof. Deddy menyatakan bahwa pribadi Prof. Amoranto akan terus dikenangnya sebagai seorang periset yang sangat ulet. “Hampir seluruh alat-alat yang ada di Laboratorium Ultrasonik merupakan karya mandiri dari seorang Prof. Amoranto, “ katanya. Untuk pekerjaan makalah dari mahasiswanya pun, Prof. Amo tidak akan segan-segan untuk turun tangan secara langsung membantu dan mengarahkan mahasiswa. “Ini yang menjadikan Laboratorium Ultrasonik selalu ramai pada saat ada Prof. Amoranto sebab mahasiswa senang sekaligus segan jika tidak berusaha keras sebelum dibantu oleh beliau, “ tambah Prof. Deddy lagi.


Kerja keras, keuletan, dan semangatnya dalam menjalani hari-hari di ITB inilah yang terus dibawa oleh Prof. Amoranto sepanjang hayatnya. “Saya sangat sedih melihat kondisi beliau pada saat sakit (stroke) tahun 2011 saat beliau sampai tidak sadarkan diri. Apalagi, ketika beliau sudah sadar dan bisa pulang ke rumah, beliau sudah sangat sulit untuk bicara dan sampai menangis ketika ingin berkata-kata, “ ucap Prof. Deddy sendu. Namun, kenyataan tersebut tidak berhasil membuat Prof. Amoranto beserta keluarga menyerah. “Terakhir, saya melihat sendiri bahwa keluarga beliau memberikan beliau semacam papan tempel – yang digunakan anak-anak untuk membentuk kata – untuk membantu Prof. Amo dalam mengekspresikan pesan-pesannya, “ sambung Prof. Deddy.


Satu hal yang mengharukan dari hubungan Prof. Amoranto dengan ITB dan TF ITB adalah kenyataan bahwa ketika beliau dalam kondisi yang tidak mengenakkan tersebut, beliau beberapa kali meminta keluarganya untuk diantarkan ke kampus. “Beliau bahkan sempat berkunjung ke lingkungan Teknik Fisika yang di lantai 2 Gedung Labtek VI. Saya bisa katakan beliau benar satu dari sedikit dosen yang benar-benar memiliki jiwa di laboratorium dan kampus, “ tutup Prof. Deddy.  


Mengetahui cerita soal Prof. Amoranto, tentu tiada hal yang bisa membalaskan berbagai kerja keras dan jasa yang telah beliau torehkan. Oleh sebab itu pula, dengan kehilangannya, Keluarga Besar TF ITB merasa sangat sedih dan mengucapkan turut berdukacita yang sedalam-dalamnya atas kepergian beliau.

 

Walau begitu, TF ITB percaya bahwa seluruh karya, semangat, dan berbagai ilmu pengetahuan beliau akan terus terjaga pada setiap pekerjaan di lingkungan TF ITB. Semoga keluarga, rekan, murid, kerabat, serta kita semua di TF ITB yang ditinggalkan dapat diberi kekuatan dan ketabahan.


Penulis: Ferio Brahmana (Teknik Fisika 2017)

Editor: Narendra Kurnia Putra