Pada tahun 2015, terdapat beberapa mahasiswa Teknik Fisika ITB yang berkesempatan untuk mengikuti program pertukaran pelajar yang diadakan oleh Tokyo University of Agriculture and Technology melalui program ASEAN International Mobility for Students (AIMS).
Tyffani Meirnadias (TF ’11), Nikita Pradnya (TF ’11), Siti Maisaroh (TF ’12), dan Fauza Karomatul M (TF ’12) berkesempatan untuk mengikuti kegiatan perkuliahan di Tokyo University of Agriculture and Technology di bidang engineering bersama dengan 28 peserta program lain dari Brunei Darussalam, Malaysia, dan Thailand. Kegiatan para peserta program AIMS terdiri dari kegiatan akademik dengan berbagai mata kuliah yang dapat dipilih sesuai minat peserta, diselingi wisata dan pembelajaran mengenai budaya Jepang melalui kegiatan sehari-hari dengan ditemani seorang mahasiswa lokal untuk masing-masing peserta.
Sarah (TF ’12) dan Fauza (TF ’12) mendeskripsikan pengalaman mereka mengikuti program AIMS yang diadakan oleh Tokyo University of Agriculture and Technology sebagai pembelajaran yang menarik, baik dari sisi akademik maupun non-akademik. Sarah dan Fauza belajar untuk menyampaikan ide-ide yang dimiliki dalam lingkungan multikultural melalui pengalaman berinteraksi dengan sesama peserta program ataupun mahasiswa Jepang dalam mengerjakan proyek perkuliahan yang dapat dipilih sesuai minat. Lingkup aplikasi Teknik Fisika yang luas memungkinkan Sarah dan Fauza untuk memahami materi yang diberikan di Tokyo University of Agriculture and Technology berbekal materi perkuliahan yang sudah diterima di ITB pada semester sebelumnya.
Selain berinteraksi di kampus, Sarah dan Fauza juga berinteraksi dengan mahasiswa mancanegara di tempat tinggal mereka. Tempat tinggal yang terdiri dari lima lantai ini menampung berbagai mahasiswa dengan bermacam-macam latar belakang. Hal ini merupakan pengalaman yang berkesan untuk Sarah. Nuansa kekeluargaan yang akrab tampak ketika memasak dan makan bersama yang rutin dilakukan, tur ke lokasi wisata di Jepang, serta berbagai kegiatan sosial lainnya yang dilakukan di luar waktu perkuliahan. Memasak menjadi kegiatan rutin mahasiswa pertukaran pelajar, khususnya mahasiswa dari negara Brunei Darussalam, Malaysia, serta Indonesia yang mayoritas beragama Islam, untuk menjamin kehalalan makanan yang disediakan serta menekan biaya hidup di Jepang yang cukup tinggi.
Berdasarkan pengalaman Sarah dan Fauza selama enam bulan di Jepang, bahasa masih menjadi kendala dalam komunikasi sehari-hari. Penggunaan aplikasi penerjemah bahasa menjadi rutinitas Sarah dan Fauza ketika harus berinteraksi dengan warga lokal yang tidak memahami bahasa Inggris, seperti ketika berbelanja keperluan sehari-hari. Hal ini tidak jarang pula terjadi di lingkup perkuliahan. Fauza menceritakan pengalamannya yang harus menggunakan ilustrasi gambar ketika beraktivitas di laboratorium karena beberapa partnernya tidak memahami bahasa Inggris. Kendala dalam bahasa inilah yang mungkin menyebabkan mahasiswa lokal tampak individualis, namun tidak jarang ditemui mahasiswa Jepang yang ramah dan berusaha berkomunikasi dengan peserta program pertukaran pelajar walaupun terkendala bahasa.
Saran yang dapat diberikan oleh Sarah dan Fauza untuk mahasiswa Teknik Fisika lain yang berminat mengikuti program AIMS oleh Tokyo University of Agriculture and Technology adalah persiapkan diri dengan sebaik-baiknya untuk pendaftaran yang akan dibuka kembali pada tahun ini. Informasi mengenai program ini dapat ditanyakan lebih lanjut ke program studi Teknik Fisika dan kantor IRO ITB. Dalam kehidupan sehari-hari di Jepang, Sarah dan Fauza menekankan kemampuan manajemen keuangan yang baik merupakan hal yang krusial mengingat biaya kebutuhan hidup di Jepang yang tinggi, khususnya pada aspek transportasi. Akhir kata, Sarah dan Fauza juga menyarankan untuk memperkenalkan budaya Indonesia lebih lanjut kepada Jepang, baik melalui souvenir tradisional yang dapat dibagikan kepada sesama peserta program dan mahasiswa Jepang ataupun melalui sikap mahasiswa Indonesia yang ramah dalam berinteraksi.