Mahasiswa Teknik Fisika ITB, Nur Ayu Karyana, Berhasil Membawa Timnya Menjadi Perwakilan Kampus untuk TUAT Regional Jepang 2020

3 Januari, 2020

Bandung, tf.itb.ac.id – Nur R. Ayukaryana, mahaiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (ITB) angkatan 2017, beserta dengan tim Mhaerofilter berhasil menjadi juara pertama dalam kompetisi mahasiswa internasional terbesar untuk kepentingan sosial, Hult Prize, pada skala kampus (Hult Prize OnCampus) di Tokyo University of Agriculture and Technology (TUAT), 8 Desember 2019. Bersama rekannya, Aryanis Mutia Zahra (Insititut Pertanian Bogor), Hua Yajun (Dalian University of Technology China), dan Miki Tatsuma (Tokyo University of Agriculture and Technology), Nur R. Ayukaryana dan tim Mhaerofilter membawa ide untuk mengembangkan filter dari bahan plastik jenis PET untuk digunakan dalam pengolahan limbah batik sehingga dapat dijual lebih murah kepada industri. Sesuai dengan tema Hult Prize tahun ini “Building Startups That Have A Positive Impact On Our Planet with Every Dollar Earned”, ide mereka berhasil mengalahkan 19 peserta tim lainnya di kampus dan akan diikutkan dalam kompetisi regional, Hult Prize Regional, di Jepang pada 2020 sebagai lanjutan dari rangkaian kompetisi.
Keberhasilan ini diawali dengan rasa iseng Ayu, sapaan akrab Nur R. Ayukaryana yang merasa memiliki waktu luang sebagai seorang mahasiswa pertukaran ITB-TUAT yang sudah senggang masa perkuliahannya dan akan segera pulang ke Indonesia. “Jadi, awalnya karena karena kuliah udah mulai gak sibuk, iseng lah mikir mau ngapain di Tokyo, kebetulan ada kompetisi Hult Prize ini, jadi aku tergerak mau ikut dan segera bentuk tim,“ ujar Ayu. Awalnya, ia mengajukan penelitiannya terkait superkonduktor sebagai ide kompetisi. Namun, terkendala soal proses bisnis yang tepat dan proyeksi biaya yang mahal, ide ini diganti menjadi pengolahan limbah produksi batik dengan memanfaatkan pengalaman dan kemampuan Aryanis Mutia Zahra dalam penelitiannya soal aerogel.
Ternyata, langkah tim Mhaerofilter menggunakan ide ini adalah pilihan yang sangat tepat. Terbukti, tim Mhaerofilter meraih nilai yang sempurna pada saat penjurian. “Juri terdiri dari 12 orang, bidang keahliannya macam-macam, tapi semua fokusnya di bisnis, ada pendiri start-up ada juga konsultan profesional. Seluruh juri memberikan kontribusi terhadap nilai dan nilai kami itu 10 dari 10, “ cerita Ayu dengan sumringah. Pencapaian ini tentu saja tidak disangka oleh tim mereka, bahkan mereka awalnya cukup pesimis mengingat mereka juga harus berhadapan dengan berbagai tingkatan mahasiswa, dari yang sama-sama sarjana sampai post-doctoral. “Bukan hanya dari segi itu ya, kita itu juga semuanya mahasiswa teknik ya, kalau pun tau bisnis itu sedikit sekali, padahal ini adalah kompetisi bisnis. Jadi, memang dari awal kami tidak ada ekspektasi, “ tambah Ayu. Namun, walau pun tim Mhaerofilter tidak optimis soal memenangkan komptisi, menurut Ayu, mereka datang ke kompetisi itu dengan keyakinan bahwa produk mereka punya dampak yang memang positif dan akan berguna buat orang banyak sehingga mereka terus berusaha melakukan yang terbaik.
Tantangan lain yang dirasakan Ayu selama perlombaan adalah soal mengkomunikasikan sains. “Sebagai seorang CEO Project, saya dituntut untuk bisa berkomunikasi dengan tim dan juga luar tim, “ ungkap Ayu. Ini menjadikan Ayu harus punya kemampuan komunikasi teknis dan non-teknis yang sama baiknya dalam mnejelaskan ide mereka. “Saya bersyukur saya dibekali keilmuan Teknik Fisika yang bisa membantu saya untuk melakukan hal tersebut, “ jawab mahasiswa yang juga aktif dalam berbagai diskusi keilmuan di kampus ini.
Berbekal nilai sempurna pada proses penjurian, berbeda dengan ekspektasi mereka, Ayu dan Tim Mhaerofilter berhasil menjadi juara pertama dalam kompetisi Hult Prize OnCampus di TUAT. “Saya pada saat itu sampai gemetaran waktu tahu jadi juaranya. Tapi, lewat kemenangan ini juga, saya semakin merasa bahwa saya diberi bentuk tanggung jawab baru, ini artinya kami dipercaya untuk menyelamatkan air, warisan kebudayaan, dan masa depan, lewat produk kami, “ ujar Ayu mantap. Namun, sayang sekali, walau pun tim Mhaerofilter akan melanjutkan kompetisi tingkat regional di Jepang, Ayu tidak akan bisa ikut. “Program pertukaran saya sudah selesai, jadi saya hitungannya alumni dari TUAT, bukan mahasiswa lagi, jadi sesuai dengan peraturan Hult Prize, saya sudah tidak bisa ikut lagi. Walau begitu, saya akan tetap berkontribusi buat tim. Mereka pasti butuh data observasi dan limbah dari industri batik, jadi bagian itu saya yang kerejakan. Mereka akan fokus menyelesaikan produk filter dari aerogel-nya, “ tutup Ayu.