Bandung, tf.itb.ac.id – Pandemi mungkin belum jelas kapan berakhir, tetapi, untungnya, sebagian mahasiswa Teknik Fisika Institut Teknologi Bandung (TF ITB) telah berhasil menyelesaikan tahap krusial dalam masa studinya yaitu kolokium. Sebagai informasi, kolokium yang dimaksudkan di sini adalah sebuah kegiatan seminar keahlian, sidang keilmuan, atau istilah lainnya yang merujuk pada sebuah kegiatan akademik yang harus dilalui mahasiswa untuk memperoleh gelar akademiknya sehabis melaksanakan suatu penelitian sebagai tugas akhir. Jadi, dengan kata lain, kolokium bisa diandaikan sebagai langkah final bagi seorang mahasiswa dalam menyelesaikan masa studinya – termasuk di dalamnya tahap revisi jika diperlukan. Yang berbeda, walau bukan yang pertama kali, kolokium semenjak masa pandemi dilaksanakan secara daring lewat platform video conference yang tersedia. Kali ini, lewat liputan ini, ada 3 mahasiswa yang akan menceritakan pengalaman, kesan, dan langkah mereka ke depannya setelah melewati proses kolokium daring untuk Wisuda Oktober 2020.
Cerita pertama datang dari Ammar Akila Azhar yang bersama dengan Faishal Rafi Elian menyusun karya ilmiah dengan judul Pemodelan Degradasi Sistem Baterai pada Kendaraan Listrik Roda Dua Berbasis Pembelajaran Mesin. “Dalam karya ilmiah tersebut, kami berusaha menghasilkan model degradasi kapasitas baterai dari beberapa kali mengendarai sepeda listrik, “ terang Ammar. Harapan mereka, sebagai mahasiswa yang melaksanakan penelitian di Laboratorium Manajemen Energi TF ITB, penelitan tersebut bisa berkontribusi dalam perkembangan sistem baterai di Indonesia ke depannya. “Satu hal yang menarik, penggunaan pembelajaran mesin ini sebenarnya ‘dadakan’ karena kami kekurangan data akibat pandemi. Jadi, saya sendiri cukup bangga dengan pekerjaan kami yang bisa adaptif terhadap situasi, “ lanjut Ammar.
Terkait pelaksanaan dari kolokium daringnya, Ammar sendiri tidak melakukan hal-hal khusus dalam persiapannya. “Persiapannya seperti biasa saja sebenarnya, Yang berbeda paling, untuk kolokium daring, saya harus siapkan internet dengan koneksi yang baik termasuk cadangan dari beberapa penyedia layanan, “ cerita Ammar. Selain itu, Ammar dan Faishal juga melakukan beberapa kali simulasi kolokium agar lebih siap menghadapi tahapan sebenarnya. “Soal ketegangan, jujur, tetap saja terasa ya karena kan ini secamam ujian terakhir dan tetap ada saja kemungkinan muncul pertanyaan-pertanyaan sulit dari penguji (walau daring), “ jawab Sekretaris Jenderal Himpunan Mahasiswa Fisika Teknik ITB (HMFT-ITB) 2019/2020 tersebut.
Kisah berikutnya dibagikan oleh Vieri Kristianto Wijaya, mahasiswa dari Laboratorium Desain Komputasi Material, dengan judul tugas akhir Pengaplikasian Pembelajaran Mesin dalam Proses Optimisasi Struktur Molekuler dan Nudged Elastic Band. “Saya berusaha memberikan kontribusi untuk mengurangi durasi pengerjaan dari suatu metode yang dinamakan Density Functional Theory. Hal itu saya lakukan dengan cara memadukan penggunaan Gaussian Process Regression dalam pengerjaannya, “ terang Vieri soal penelitiannya. Terkait dengan persiapan dan ketegangan, Vieri punya pandangan yang sama dengan Ammar. “Karena ini kolokium daring, selain memastikan fasilitas internet yang baik, saya juga berlatih cara melakukan presentasi daring yang baik termasuk latihan kontak mata. Saya juga banyak melakukan pra-kolokium sebagai latihan agar mengurangi kemungkinan tegang pada saat kolokium yang sesungguhnya, “ ucap Vieri yang melaksanakan kolokiumnya via indekosnya di Bandung karena pertimbangan ketersediaan Wi-Fi dan kenyamanan kondisi ruangan.
Selain soal kolokium, sebagai seorang mahasiswa yang berpindah jurusan dari Tprogram studi lainnya di ITB karena pertimbangan minat, kelulusan Vieri dari TF ITB tentu menjadi hal yang menarik pula. “Saya sangat bahagia bisa lulus dari Teknik Fisika ITB, tapi tentu saja bukan karena saya lulus dengan nilai/indeks prestasi yang bagus, tetapi ini soal lingkungan TF ITB sendiri, “ terang Vieri. Ia menyatakan bahawa Teknik Fisika benar-benar memberikan dia wawasan yang luas akan keilmuan terutama tentang teknologi lewat dosen-dosen yang tulus dalam mengajar dan fasilitas yang mumpuni dan terbuka. “Bukan hanya itu, teman-teman di Teknik Fisika lewat himpunan juga terasa sangat suportif, kesempatan pertukaran pelajar dan lapangan kerja yang luas juga poin yang sangat berarti bagi saya, “ terang Vieri.
Satu lagi cerita kolokium mahasiswa berasal dari Fian Adinata yang bersama dengan pasangan penelitiannya, Jocelyn Hartanto, menyelesaikan penelitian yang berjudul Pengenalan Pengucap Otomatis untuk Aplikasi Forensik di Indonesia Berbasis Pemodelan I-Vector. “Dalam penelitian tersebut, kami mencoba untuk membuat pengenal dan validator suara terhadap si empunya suara. Tentu saja, yang kami lakukan hanyalah bagian kecil dari sistem yang lebih kompleks untuk keperluan verifikasi bukti suara pada aplikasi forensik, “ jelas Fian. Untuk persiapannya, lagi-lagi, sama seperti yang lain penggunaan internet dan lingkungan sekitar yang tidak menggangu menjadi persiapan yang baru dibandingkan kolokium konvensional. “Soal ketegangan, memang ada beda sih karena tidak langsung dengan penguji, tetapi, tetap, kalau untuk aku tetap merasa ada tekanan tersendiri. Namun, di lain sisi, walau tegang, semua yang kualami selama kolokium menurutku adalah pengalaman yang menyenangkan dan saya yakini tak akan terlupakan, “ ucap Fian yang juga merupakan Ketua Divisi Akademik HMFT-ITB 2019/2020.
Walau punya beberapa kesamaan dengan jawaban mahasiswa lainnya, Fian juga memberikan tips yang unik bagi mahasiswa yang ke depannya masih akan mengalami situasi yang serba daring. “Walau sedang dalam keadaan daring, persiapan dari segi mental lewat komunikasi yang intens baik dengan Tuhan, orang tua, maupun teman-teman tetap harus dijaga, “ saran mahasiswa yang bekerja pada Laboratorium Fisika Bangunan ini. Fian percaya bahwa lewat komunikasi yang baik dengan berbagai orang, seseorang akan bisa lebih tenang dan, dalam konteks persiapan mental untuk kolokium, besar kemungkinan akan membantu.
Soal langkah ke depan, walaupun paham bahwa situasi nasional bahkan global sedang sulit, mereka tidaklah tanpa rencana. “Kalau saya, rencana ke depannya mau cari magang atau pekerjaan yang berhubungan sama pengelolaan dan interpretasi data, saya kira hal itu menari, “ jawab Ammar. Blain halnya dengan rencana Vieri ke depan. “Untuk sekarang, rencananya mau kejar publikasi dulu, “ terang Vieri. Dari Fian, ia menyikapi persoalan rencana masa depan secara lebih santai. “Inginnya sih langsung kerja, tapi kalau memang belum dapat, mungkin akan istirahat sambil belajar dan mencoba hal-hal baru, “ tutup Fian sambil tertawa. Tentunya, apapun rencana mereka, baik terwujud maupun tidak, TF ITB dan, bisa jadi, para pembaca, tentu berharap agar mereka senantiasa bisa memberikan kontribusi bagi lingkungannya sebagai lulusan TF ITB.
Penulis : Ferio Brahmana (Teknik Fisika 2017)
Editor : Narendra Kurnia P.